Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo, Mojosongo, Solo, resmi beroperasi, Senin (30/10). Generator listrik dengan teknologi plasma gasifikasi itu diharapkan menjadi solusi sampah perkotaan di Kota Solo dan sekitarnya.
PLTSa Putri Cempo dioperatori oleh PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP), kerja sama antara PT Solo Citra Metro Plasma dengan BUMN PT Pembangunan dan Perumahan (PP). Pembangkit listrik itu diperkirakan mampu mengolah 545 ton sampah menjadi 8 mW listrik, Buzztie.
Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari produksi sampah Kota Solo yang hanya di kisaran 300-350 ton per hari. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengatakan kekurangan tersebut bakal dipenuhi dengan mengimpor sampah dari kabupaten sekitar Solo.
“Jadi dari Subosukowonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten) ya,” katanya usai peresmian PLTSa Putri Cempo.
Hanya saja, lanjut Gibran, impor sampah dari daerah sekitar tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat. PLTSa Putri Cempo masih memprioritaskan pengolahan sampah yang sudah lama tertumpuk di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Putri Cempo.
“Mungkin nanti setelah lima tahun ke depan. Kita menghabiskan gunung kita sendiri dulu. Baru nanti mendatangkan sampah dari luar kota,” kata Gibran.
Meski baru dilaksanakan lima tahun ke depan, Pemkot Solo telah bersama enam pemda sekitar telah menandatangani komitmen untuk memasok sampah ke PLTSa Putri Cempo. Bahkan tak menutup kemungkinan, Kota Solo mengimpor sampah dari Daerah Istimewa Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan PLTSa Putri Cempo.
“Kita ikat dari sekarang. Dan yang jelas ini solusi bukan untuk kota solo saja tapi solusi untuk bersama ya. Bahkan Jogja nanti bisa kita tampung juga sampahnya,” katanya.
Direktur Utama PT SCMPP Elan Syuherlan mengatakan PLTSa Putri Cempo mengatakan tumpukan sampah di TPA Putri Cempo diperkirakan habis dalam 5-7 tahun tergantung kondisi yang ada. Di beberapa lokasi, ditemukan banyak sampah lama yang sudah berubah menjadi tanah sehingga tidak bisa diolah menjadi listrik.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sragen, Rina Wijayanti mengatakan pihaknya baru menandatangani komitmen awal untuk memasok sampah ke PLTSa Putri Cempo. Masih banyak yang harus dibicarakan jika Pemkab Sragen hendak mengirimkan sampahnya ke Solo.
“Nanti secara teknis kita tunggu isi perjanjiannya seperti apa. Kan di sana ada hak dan kewajibannya, kita pelajari dan kita kaji terlebih dulu,” katanya.
PLTSa Putri Cempo diklaim tidak menghasilkan limbah alias zero waste. Sampah dari rumah tangga akan langsung dipilah secara bertahap.
Tahap pertama, sampah partikel kecil seperti tanah dan kerikil dipisahkan dari sampah-sampah lainnya. Kemudian sampah dari material beton, besi, dan kaca dipilah secara manual. Sampah-sampah lainnya termasuk plastik akan dikeringkan untuk kemudian diolah menjadi briket. Briket itulah yang kemudian dipanaskan dengan suhu sangat tinggi sehingga berubah menjadi gas sintetik (syngas). Gas inilah yang digunakan untuk menggerakkan mesin pembangkit listrik.
“Kami tidak menggunakan pembakaran atau insinerasi. Bisa dilihat di sini tidak ada cerobong asap sama sekali,” kata dia.
Diakui, PLTSa Putri Cempo masih menghasilkan produk sampingan di luar energi listrik. Produk tersebut berupa bottom ash (abu) dan kondensat berupa cairan. Namun dua sisa proses pengolahan sampah tersebut diklaim tidak mengandung bahan berbahaya.
“Malah ada nilai ekonomisnya. Bottom ash-nya bisa dipakai untuk bahan pembuatan conblock. Kalau kondensatnya bisa diolah menjadi disinfektan,” kata Elan.
Proses pembangunan PLTSa Putri Cempo dimulai 2019 lalu dengan target beroperasi penuh akhir 2022. Pengerjaannya sempat terhenti setahun lebih karena pandemi covid-19 sehingga PLTSa Putri Cempo baru bisa operasional akhir Oktober 2023.